Raperda Pendidikan Jateng Tak Singgung Soal Sinergi Madrasah

Murianews
Selasa, 9 Oktober 2018 10:25:27


Murianews, Semarang – Pemprov dan DPRD Jateng tengah menggodok Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) Penyelenggaraan Pendidikan. Namun raperda itu dinilai belum mengakomodir sinergitas dengan madrasah.
Kondisi ini membuat kalangan DPRD Jateng mempertanyakan komitmen dukungan pemprov terhadap pendidikan di madrasah maupun pondok pesantren.
Ketua Fraksi PKB DPRD Jateng, M Hendri Wicaksono mengatakan, dalam raperda tersebut, tidak menyinggung sama sekali dukungan pemda terhadap pendidikan pesantren dan madrasah secara lebih konkrit. Ia menyebut, raperda belum memberikan tekanan agar satuan organisasi tata kerja (SOTK) Pendidikan sebagai penyelenggara sekolah umum, harus bersinergi dengan madrasah.
“Padahal keberadaan madrasah dan pesantren merupakan lembaga yang turut menjadi instrumen pendidikan karakter,” ujarnya.
Menurut dia, madrasah dan pesantren merupakan instrumen dalam penguatan pendidikan karakter. Sehingga sudah seharusnya di dalam raperda juga perlu meregulasi alokasi khusus anggaran di dalam APBD.
“Ini dalam rangka pertanggungjawaban Negara untuk penguatan madrasah dan pesantren dalam kerangka pendidikan karakter,” sebutnya.
Ia menilai dalam realitas selama ini, madrasah dan lembaga keagamaan lainnya sebagai lembaga pembentuk karakter bangsa masih menjadi lembaga yang hidup seadanya. “Mayoritas dikelola swadaya serta gurunya digaji apa adanya,” katanya.
Hendri berpendapat, seharusnya kebijakan anggaran harus adil dan merata. Apalagi, semua dituntut mutu yang sama.
Meski demikian, dirinya sebagai ketua FPKB mengapresiasi beberapa poin dalam raperda. Salah satunya yang sudah memuat pasal tentang kesejahteraan, terutama bagi guru tidak tetap (GTT).
“Hal ini karena masukan terus menerus dari para aktivis guru agar ada keadilan tentang hak tambahan penghasilan bagi para pengajar swasta,” paparnya.
Sementara, Sekretaris Komisi E DPRD Jateng Abdul Hamid mengatakan, jika raperda ini tidak mengatur detail tentang fasilitasi kepada madrasah, maka bisa diambil jalan lain. "Niat baiknya harus ada. Misalnya hibah untuk Madrasah-Madrasah diperbesar," katanya.
Anggota Komisi E DPRD Jateng Muh Zen Adv menambahkan, indeks angka partisipasi kasar (APK), angka partisipasi murni (APM), maupun angka putus sekolah di provinsi ini tak sekadar dihitung dari "label" sekolah.
"Mereka yang ada di madrasah juga dihitung bersama. Jadi yang harus dilihat baik yang di Sekolah atau Madrasah, mereka itu adalah masyarakat Jawa Tengah," imbuh Zen yang juga politisi PKB ini.
Untuk membedah dukungan kepada madrasah dalam raperda ini, Fraksi PKB telah menggelar public hearing yang diikuti sejumlah komponen masyarakat. Publick hearing digelar di ruang Fraksi PKB DPRD Jateng, Senin (8/10/2018).
Dalam kegiatan itu, Sekretaris PWNU Jawa Tengah Hudalloh Ridwan mengatakan, meski ada alokasi anggaran pendidikan sebesar 20 persen, yang terserap ke madrasah atau ponpes masih sangat minim. "Padahal madrasah dan ponpes ini juga sama-sama lembaga pendidikan," ujarnya.
Menanggapi hal ini, Pelaksana tugas (Plt) Sekretaris Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Dikbud) Jawa Tengah Sulistyo mengatakan, selama ini instansinya memang fokus pada lembaga pendidikan berlabel sekolah.
"Utamanya SMA, SMK, dan SLB. Untuk madrasah itu bisa dibantu dari hibah oleh gubernur. Tentunya dengan aturan-aturan yang berlaku," tandasnya.
Editor : Ali Muntoha
Kondisi ini membuat kalangan DPRD Jateng mempertanyakan komitmen dukungan pemprov terhadap pendidikan di madrasah maupun pondok pesantren.
Ketua Fraksi PKB DPRD Jateng, M Hendri Wicaksono mengatakan, dalam raperda tersebut, tidak menyinggung sama sekali dukungan pemda terhadap pendidikan pesantren dan madrasah secara lebih konkrit. Ia menyebut, raperda belum memberikan tekanan agar satuan organisasi tata kerja (SOTK) Pendidikan sebagai penyelenggara sekolah umum, harus bersinergi dengan madrasah.
“Padahal keberadaan madrasah dan pesantren merupakan lembaga yang turut menjadi instrumen pendidikan karakter,” ujarnya.
Menurut dia, madrasah dan pesantren merupakan instrumen dalam penguatan pendidikan karakter. Sehingga sudah seharusnya di dalam raperda juga perlu meregulasi alokasi khusus anggaran di dalam APBD.
“Ini dalam rangka pertanggungjawaban Negara untuk penguatan madrasah dan pesantren dalam kerangka pendidikan karakter,” sebutnya.
Ia menilai dalam realitas selama ini, madrasah dan lembaga keagamaan lainnya sebagai lembaga pembentuk karakter bangsa masih menjadi lembaga yang hidup seadanya. “Mayoritas dikelola swadaya serta gurunya digaji apa adanya,” katanya.
Hendri berpendapat, seharusnya kebijakan anggaran harus adil dan merata. Apalagi, semua dituntut mutu yang sama.
Meski demikian, dirinya sebagai ketua FPKB mengapresiasi beberapa poin dalam raperda. Salah satunya yang sudah memuat pasal tentang kesejahteraan, terutama bagi guru tidak tetap (GTT).
“Hal ini karena masukan terus menerus dari para aktivis guru agar ada keadilan tentang hak tambahan penghasilan bagi para pengajar swasta,” paparnya.
Sementara, Sekretaris Komisi E DPRD Jateng Abdul Hamid mengatakan, jika raperda ini tidak mengatur detail tentang fasilitasi kepada madrasah, maka bisa diambil jalan lain. "Niat baiknya harus ada. Misalnya hibah untuk Madrasah-Madrasah diperbesar," katanya.
Anggota Komisi E DPRD Jateng Muh Zen Adv menambahkan, indeks angka partisipasi kasar (APK), angka partisipasi murni (APM), maupun angka putus sekolah di provinsi ini tak sekadar dihitung dari "label" sekolah.
"Mereka yang ada di madrasah juga dihitung bersama. Jadi yang harus dilihat baik yang di Sekolah atau Madrasah, mereka itu adalah masyarakat Jawa Tengah," imbuh Zen yang juga politisi PKB ini.
Untuk membedah dukungan kepada madrasah dalam raperda ini, Fraksi PKB telah menggelar public hearing yang diikuti sejumlah komponen masyarakat. Publick hearing digelar di ruang Fraksi PKB DPRD Jateng, Senin (8/10/2018).
Dalam kegiatan itu, Sekretaris PWNU Jawa Tengah Hudalloh Ridwan mengatakan, meski ada alokasi anggaran pendidikan sebesar 20 persen, yang terserap ke madrasah atau ponpes masih sangat minim. "Padahal madrasah dan ponpes ini juga sama-sama lembaga pendidikan," ujarnya.
Menanggapi hal ini, Pelaksana tugas (Plt) Sekretaris Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Dikbud) Jawa Tengah Sulistyo mengatakan, selama ini instansinya memang fokus pada lembaga pendidikan berlabel sekolah.
"Utamanya SMA, SMK, dan SLB. Untuk madrasah itu bisa dibantu dari hibah oleh gubernur. Tentunya dengan aturan-aturan yang berlaku," tandasnya.
Editor : Ali Muntoha